BAB
I
PENDAHULUAN
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
selama satu setengah abad terakhir ini lebih banyak dari pada selama
berabad-abad sebelumnya. Diskursus perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan
teknologi yang semakin pesat dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari diskursus
tentang akar sejarah perkembangannya yang sering dijumpai dalam filsafat ilmu
sebagai metode filsafati dari tersebut.Munculnya ilmuwan yang digolongkan
sebagai filosof bukan saja karena mendasarkan filosofinya pada sejarah ilmu
pengetahuan tetapi juga mereka meyakini adanya hubungan antara sejarah ilmu
pengetahuan dengan filsafat.
Demikian halnya dengan Filsafat ilmu,
sejarah tentang berbagai kemajuan perkembangannya sangat membantu kita untuk
dapat lebih mengenal dan memahami Filsafat Ilmu itu sendiri sebab pengetahuan
tentang sejarah perkembangan suatu aspek ilmu pengetahuan akan sangat membantu
dalam memahami hal tersebut.
Filsafat Ilmu yang merupakan
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara memperolehnya
telah berkembang seiring perkembangan berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Kajian tentang sejarah perkembangan
filsafat ilmu ini adalah penting, sebab diharapkan dapat mengarahkan kita dapat
menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap kegiatan ilmiah dan dapat
mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan ilmiah. Makalah ini akan berusaha mendeskripsikan secara
singkat sejarah perkembangan filsafat ilmu. Akan tetapi, harus diingat bahwa uraian
singkat tentang salah satu periode sejarah harus melewati dan mengungkap banyak
tokoh, peristiwa dan fakta yang memungkinkan dapat mengerti periode tersebut.
BAB II
SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT DUNIA
Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari
filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah
perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba,
sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim, bahwa kita mengenal tiga babakan
perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme,
era positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme adalah era paling
panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua
ribu tahun.
Dalam uraian ini, penulis cenderung
mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai
pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang filsafat, khususnya filsafat
ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam empat fase sebagai
berikut:
1.
Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai
sejak munculnya filsafat sampai dengan munculnya Renaisance
2.
Filsafat Ilmu sejak munculnya
Rennaisance sampai memasuki era positivisme
3.
Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era
Positivisme sampai akhir abad kesembilan belas
4.
Filsafat Ilmu era kontemporer yang
merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai
sekarang.
Perkembangan
Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut akan penulis uraikan dengan
mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya
sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang
membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu
penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof muslim dalam perkembangan
filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri.
A.
Era Zaman Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk
ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu
tempat perantauan Yunani yang menjadi tempat asal mula munculnya filsafat,
ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir (baca: filosof) besar seperti Thales,
Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran
filsafat yang memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus
pada masa selanjutnya.
Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu
hal yang tidak terpisahkan. Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang
sepadan dengan kata philosophia.Pemikiran tentang episteme ini
oleh Aristoteles diartikan sebagai an organized body of rational konwledge
with its proper object.Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan
yang rasional.Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan rasional itu
dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike (pengetahuan
praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan
teoritis).
Pemikiran dan pandangan Aritoteles
seperti tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa nampaknya ilmu
pengetahuan pada masa itu harus didasarkan pada pengertian dan akibatnya hanya
dapat dilaksanakan bagi aspek-aspek realitas yang terjangkau pikiran. Lalu
masuk akal saja kalau orang berpendapat bahwa kegiatan ilmiah tidak lain
daripada menyusun dan mengaitkan pengertian-pengertian itu secara logis, yang
akhirnya menimbulkan kesana bahwa setiap ilmu pengetahuan mengikuti metode yang
hampir sama yaitu mencari pengertian
tentang prima principia, lalu mengadakan deduksi-deduksi logis.
Pemikirannya hal tersebut oleh
generasi-generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteleslah sebagai peletak
dasar filsafat ilmu.
Selama ribuan tahun sampai dengan akhir
abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas
yang besar.Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika
formal atau sillogistik) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan.
Aristoteles adalah peletak dasar
‘doktrin sillogisme’ yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemimiran di
Eropa sampai dengan munculnya Era Renaisance. Sillogisme adalah argumentasi dan
cara penalaran yang terdiri dari tiga buah pernya-taan, yaitu sebagai premis mayor, premis minor dan
konklusi.
B.
Era Rennaisance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas
Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru terhadap alam yang biasa
disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok sanitis
antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac
Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode
eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan
tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger Bacon
(1561-1626).Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu
sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat
kontemplatif.Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk
memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu
berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia.Pengetahuan manusia hanya
berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human
power.
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang
berdasar pada metode eksperimental dana matematis memasuki abad XVI
mengakibatkan pandangan Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan
akhirnya ditinggalkan secara defenitif. Roger Bacon adalah peletak dasar
filosofis untuk perkembangan ilmu pengetahuan.Bacon mengarang Novum Organon dengan
maksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori
baru.Karyanya tersebut sangat mempengaruhi filsafat di Inggris pada masa
sesudahnya.Novum Organon atau New Instrumen berisi suatu
pengukuihan penerimaan teori empiris tentang penyelidikan dan tidak perlu
bertumpu sepenuhnya kepada logika deduktifnya Aritoteles sebab dia pandang
absurd.
Kehadiran Bacon memberi corak baru bagi
perkembangan Filsafat Ilmu, khususnya tentang metode ilmiah. Hal ini sebagai
yang dikemukakan oleh A. B. Shah dalam Scientific Method, bahwa: “Pengertian
yang paling baik tentang metode ilmiah dapat dilukiskan yang paling baik
menurut induksi Bacon”.
Hart mengaggap Bacon sebagai filosof
pertama yang bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia dan
dengan sangat efektif menganjurkan penyelidikan ilmiah.Beliaulah peletak
dasar-dasar metode induksi modern dan menjadi pelopor usaha untuk
mensistimatisir secara logis prosedur ilmiah.Seluruh asas filsafatnya bersifat
praktis yaitu menjadikan untuk manusia menguasai kekuasaan alam melalui penemauan
ilmiah Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal mempunyai kemamapuan triganda,
yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imaginatio) dan akal (ratio).Ketiga
aspek tersebut merupakan dasar segala pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang
sudah diperiksa dan diselidiki (historia), daya khayal menyangkut
keindahan dan akal menyangkut filsafat (philosophia) sebagai hasil kerja
akal.
Sebagai pelopor perkembangan filsafat
ilmu pengetahuan, Roger Bacon juga menguraikan tentang logika. Bacon menyusun
logika meliputi empat macam keterampilan (ars) yaitu bidang penemuan (ars
inveniendi), bidang perumusan kesimpulan secara tepat (ars iudicandi),
bidang mempertahankan apa yang sudah dimengerti (ars retinendi), dan
bidang pengajaran (ars tradendi).
Di sini nampak bahwa di tengah kancah
perkembangan ilmu yang larut dengan pengaruh Aritoteles kehadiran Bacon
berusaha untuk mengubah opini umum tentang sillogisme yang telah ditawarkan
Aristoteles sebelumnya.
Bacon mengatakan bahwa logika yang
digunakan sejak zaman Aristoteles hingga sekarang (zamannya, pen.) lebih
merugikan dari pada menguntungkan.Sillogisme terdiri atas proposisi-proposisi.
Proposisi terdiri atas kata-kata dana kata-kata adalah simbol pengertian. Sebab
itu apabila pengertian itu sendiri yang merupakan persoalannya kacau balau dan
secara tergesa-gesa diabstraksikan dari pada faktanya, maka tidak mungkin
diperoleh ..atas yang kokoh.atu-satunya harapan terletak pada induksi modern.
Dalam perkembangan selanjutnya muncul
John Locke (1632-1714) David Hume (1711-1776) dan Immanuel Kant
(1724-1804).Ketiga filosof ini memberi pengaruh cukup besar terhadap
perkembangan filsafat ilmu selanjutnya.
Locke berpendapat bahwa ketika seorang
bayi lahir akalnya seperti papan tulis yang kosong atau kamera yang merekam kesan-kesan
dari luar. Pengetahuan hanya berasal dari indra yang dibantu oleh pemikiran,
ingatan, perasaan indrawi diatur menjadi bermacam-macam pengetahuan. Locke
mengakui adanya ide bawaan (innate ideas).
Dalam perkembangan pengetahuan teori
Locke dikenal dengan istilah teoritabula
rasa.
Berdasar pada empirisme radikal yang
dianutnya Hume yakin bahwa cara kerja logis induksi yang diperkenalkan oleh
Bacon tidak mempunyai dasar teoritis sama sekali. Logika induktif ialah
kontradiksi: dua kata yang bertentangan satu sama lain sebab induksi melanggar
salah satu hukum logika yaitu bahwa kesimpulan tidak boleh leboh luas dari pada
premis. Sanggahan Hume ini secara konsekwen sesuai dengan anggapan dasarnya
bahwa hanya ada dua cara pengetahuan, yaitu pengetahuan empiris dan abstract
reasoning concerning quantoty or number, yang keduanya deduktif.
Kant dalam hal ini memperkenalkan cara
pengenalan dan mengambil kesimpulan secara sintetis yang di peroleh
secara a posteriori dan putusan analitis dan diperoleh secara a
priori, di samping itu juga kesimpulan yang bersifat sintetis yang
juga diperoleh secara a priori.Ilmu pasti disusun atas putusan yang a
priori yang bersifat sintetis.Ilmu pengetahuan mengandaikan adanya
putusan - putusan yang memberikan pengertian baru (sintetis) dan yang
pasti mutlak serta bersifat umum (a priori).Maka ilmu pengetahuan
menuntut adanya putusan-putusan yang bersifat a priori yang bersifat sintesis.Ketiga
teorinya ini dikenal dengan namaKritik Rasio Murni yang dikemukakan
dalam Kritik der Reinen Vernunft.
Memasuki abad XIX muncul Johann Gottlieb
Fichte (1762-1814) memperkenalkan filsafat Wissenchaftslehre atau Ajaran
Ilmu Pengetahuan (Epistimologi), yang bukan-nya suatu pemikiran teoritis
tentang struktur dan hubungan ilmu pengetahuan melainkan suatu penyadaran
tentang pengenalan diri sendiri yaitu penyadaran metodis di bidang pengetahuan
itu sendiri.
Fichte menentang Kant yang mengatakan
bahwa berfikir secara ilmu-pasti alamlah yang akan memberikan kepastian di
bidang pengenalan. Fichte tidak memisahkan antara rasio teoritis dan rasio
praktis.
Selanjutnya muncul John Stuart Mill
(1806-1873).
Dalam A system of Logic Mill
menyelidiki dasar-dasar teoritis falsafi proses kerja induksi. Mill melihat
bahwa tugas utama logika dalam bidang mengatur cara kerja induktif lebih dari
sekedar menentukan patokan deduksi logistis yang tak pernah menyampaikan
pengetahuan baru kepada kita. Dalam menguraikan logika induktif Mill mau
menghindari daya eksterm yaitu generalisasi empiris dan mencari dukungan dalam salah
satu teori mengenai induksi atau pengertian apriori.Mill berpendapat bahwa
induksi sangat penting, karena jalan pikirannya dari yang diketahui menuju (proceds)
ke yang tidak diketahui.
Menurut Mill, Pengetahuan yang paling
umum dan lama kelamaan muncul untuk diperiksan ialah The Course of Nature in
Uniform yang merupakan asas dasar atau aksioma umum induksi. Asas utama itu
itu paling menjadi paling tampak dalam
hukum alam dasarriah yang disebutnya Law of Causality, artinya setiap
gejala alam yang kita amati mempunyai suatu cause yang dicari dalam ilmu
pengetahuan. Sebab itu adalah keseluruhan syarat-syarat yang perlu (necessary)
dan memadai (suffient) agar gejala terjadi.
Di abad ini muncul sejumlah tokoh yang
pemikirannya erat kaitannya dengan perkembangan filsafat ilmu, antara lain
William Whewel (17954-1866) yang mendukung adanya intuisi, pertama-tama dalam
ilmu pasti mengenai aksioma-aksioma paling dasar dan menurut contoh ilmu pasti
itu titik pangkal unduksi dalam ilmu-ilmu alam juga bersifat intuitif.Hanya
saja arti dan kedudukan intuitif pada diri manusia tidak diterangkan.
Auguste Comte (1798-1857). Menurutnya
sejak jaman teologis dan metafisis sudah tiba jaman ilmu positif (empiris) yang
defenitif. Dalam hal ilmu positif Comte membedakan pengetahuan menjadi enam
macam ilmu, dari yang paling abstrak: matematika, ilmu falak, fisika, kimia,
ilmu hayat dan sosiologi. Matematika dipandang sebagai ilmu deduktif, sedangkan
lima lainnya dalam keadaan ingin mendekati deduktif itu. Dalam hal ini Comte berusaha
mengadakan kesatuan antara ilmu pasti dan ilmu empiris.
C.
Era Positivisme
Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat
Ilmu memasuki Era Positivisme.Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai
dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu dan metode ilmiah.Aliran filsafat ini
berawal pada abad XIX.Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok
yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf
Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath dan Moritz Schlick.
Pada penghujung abad XIX (sejak tahun
1895), pada Universitas Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu
Pengetahuan Induktif.Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat
ilmu telah memasuki babak yang cukup menentukan dan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat
ilmu memasuki era baru.Sejak tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan
didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang disebut Neopositivisme dan
Empirisme Logis.Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran
Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman).Aliran ini
merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme.Aliran ini dalam sejarah pemikiran
dikenal dengan Positivisme Logicyang memiliki pengaruh mendasar bagi
perkem-bangan ilmu.Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah.Pertama,
Emperisme dan Positivisme.Kedua, metodologi ilmu empiris yang
dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX, dan Ketiga, perkembangan
logika simbolik dan analisa logis.
Secara umum aliran ini berpendapat bahwa
hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman indrawi.Selain itu mereka
juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat
pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek dan predikat yang berguna untuk
mengolah data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang meliputi segala data
itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua
masalah, yaitu analisa pengetahuan dan pendasaran teoritis matematika, ilmu
pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi. Menurut mereka wilayah filsafat sama
dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya. Tugas filsafat ialah menjalankan
analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah.Filsafat tidak diharapkan untuk
memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya.Jadi mereka
menekankan analisa logis terhadap bahasa.Trend analisa terhadap bahasa oleh
Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana
filsafat cenderung bersifat Logosentrisme.
D.
Era Kontemporer
Perkembangan
Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang
memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang.
Muncul
Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru sekaligus
merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman
Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru.Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori
falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan
meruntuhkan dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina.Kedua, melalui
pendapatnya tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan
suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.
Para
tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R.
Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian
yang sama untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan
sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu
pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut
juga sebagai pemberontakan terhadap Positivisme.
Thomas
S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya yang
banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan The
Structure of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan).
Kuhn
melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda seperti
yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga
ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara
tak terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan
evolusioner melainkan secara revolusioner.
Salah
seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir di
Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial,
paling berani dan paling ekstrim.Penilaian ini didasarkan pada pemikiran
keilmuannya yang sangat menantang dan provokatif.Berbagai kritik dilontarkan
kepadanya yang mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.
Pemikirannya
tentang Anarkisme sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan seperti
menemukan padanannya dengan semangat pemikiran Postmodernisme yang
mengumandangkan semangat dekonstruksionalisme.Dalam konteks ini apa yang
dimaksud Anarkisme oleh Feyerabend adalah suatu orientasi pemikiran
filsafat yang senantiasa menggugat kemapanan suatu teori ilmiah.
Dalam Against method, ia menyatakan
bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan dan perkembangannya tidak bisa diterangkan
ataupun diatur segala macam aturan dan sistim maupun hukum. Perkembangan ilmu
terjadi karena kreatifitas individual, maka satu-satunya prinsip yang tidak
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan ialah anything goes (apa saja
boleh).
Menurut Feyerabend, dewasa ini ilmu
pengetahuan menduduki posisi yang sama dengan posisi pada abad pertengahan.
Ilmu pengetahuan tidak lagi berfungsi membebaskan manusia, namun justru
menguasai dan memperbudak manusia.Oleh karenanya Feyerabend menekankan
kebebasan individu.
Dalam tahap perkembangan selanjutnya muncul
Institut Penyelidikan Sosial di Frankfurt, Jerman, yang dipelopori oleh Max
Horkheimer (1895-1973), Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969), Erich Fromm
(1900-1980) dan Herbert Marcuse (1898-1979). Mereka memperbaharui dan
memperdalam masalah teoritis dan falsafi mengenai cara kerja dan kedudukan
ilmu-ilmu sosial.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, perkembangan ilmu filsafat
di dunia dibagi atas 4 era, yaitu :
1.
Era Zaman Kuno,
yang mana dianggap Aristoteles lah sebagai pencetus ilmu filsafat.
2.
Era Zaman Rennaisance,
yang berawal dari Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542)
dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta
metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
3.
Era Positivisme, tokoh-tokoh
positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di
antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath
dan Moritz Schlick.
4.
Era Kontemporer, muncul
Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru sekaligus
merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman
Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru.
B.
Saran.
Banyak terdapat kekurangan disana sini dalam penulisan
makalah tentang sejarah perkembangan filsafat dunia ini. Kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan oleh penuli. Atas masukan dan kritikannya, penulis
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hamersma, Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat
Modern, Cet. IV; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990.
Langaji,
Abbas. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu.
Artikel, 2011.
Tag :
Refleksi Filsafat Ilmu
0 Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Filsafat Dunia"
Mohon Komentar yang di Posting tidak mengandung SARA, PORNOGRAFI dan lain-lain.
Best Regard,
^.^